-->

Lost in Golconda






Selama di Indonesia, jika sedang berpuasa, saya tidak pernah berwisata ke tempat yang harus menguras tenaga untuk menuju ke sana, misalnya naik gunung atau ke pantai yang butuh trekking jauh. Tapi di India, pertama kalinya saya melakukan hal itu untuk menikmati keindahan benteng Golgonda di barat kota Hyderabad.

Benteng Golconda atau Golconda Fort merupakan benteng bersejarah peninggalan Dinasti Quthb Shahi yang mendirikan Kota Hyderabad. Dalam bahasa Telugu (bahasa resmi Telangana State), Golconda atau Gollo Conda berarti bukit gembala. Benteng ini memang terletak di atas bukit granit setinggi 120 meter, sehingga para pengunjung harus hiking untuk mencapai puncak bukit.

Meski jam sudah menunjukkan pukul 14.30, namun cuaca di Kota Hyderabad masih terasa panas. Siang memang lebih panjang di sini, karena matahari terbenam pukul 19.00.

“Kalian harus berkelompok, paling tidak ada tiga orang, jangan berpencar,” pesan Praveen, guide kami, sambil membagikan tiket masuk seharga 100 rupees (sekitar 20 ribu rupiah).


Decak kagum tak mampu saya sembunyikan ketika menatap dinding-dinding kokoh dengan lubang berjajar di sisi luar. Megah! Jujur, ini pertama kali saya melihat langsung bangunan seperti negeri dongeng, di mana para prajurit bersiap menembak musuh dari lubang-lubang di dinding. Warna yang cenderung abu-abu menambah kesan antik dan bersejarah pada benteng yang pertama kali dibangun oleh Dinasti Kakatya tersebut.


Jika melihat betapa besarnya benteng ini sekarang, saya nyaris tak percaya bahwa dulu, Golconda Fort merupakan benteng sederhana dari tanah lumpur yang dibangun pada tahun 1143 M di bawah kepemimpinan Dinasti Kakatya. Setahun kemudian, benteng ini menjadi medan perang antara tiga kerajaan, yang kemudian dimenangkan oleh Kesultanan Islam Bahmani. Namun, pada tahun 1518, saat Kesultanan Islam Bahmani mengalami kemunduran, Qutb Shah menyatakan  merdeka dari Kesultanan Islam Bahmani dan menjadikan Golconda sebagai pusat pemerintahannya.

Sejak saat itu, Qutb Shah membangun Golconda Fort dengan sangat megah. Ada delapan gerbang yang terdapat di Golconda Fort dengan gerbang utama bernama Fateh Dharwaza, beberapa hall, ruang untuk raja serta keluarganya, serta masjid kecil di atas bukit. Bagian-bagian benteng terhubung dengan jalan-jalan kecil yang di kanan kirinya ditumbuhi rumput dan semak-semak.   


Banyak jalan menuju Roma, banyak pula jalan menuju puncak bukit. Banyaknya jalan itu membuat saya tak sengaja terpisah dengan teman-teman. Kami yang awalnya sekitar 10 orang, lama-lama tinggal tiga orang; saya dan dua teman perempuan dari Laos.


Ada spot bagus, kami langsung berfoto, ada spot bagus lagi, kami foto lagi *norak biarin. Masing-masing sibuk berfoto sampai tak sengaja berpisah. Kami bertemu lagi saat semua sudah sampai di atas bukit. Dengan wajah lelah, mereka meneguk air mineral dingin sambil menikmati angin yang semilir dan pemandangan kota Hyderabad dari atas bukit.

Beberapa teman menawari saya minum, dan saya hanya tersenyum sambil menjawab, “No thanks. I am fasting.”
Wow… you’re fasting? You’re strong,” kata salah seorang teman.
Saya cuma nyengir sambil membatin, kalau orang sudah pernah ditinggal nikah, biasanya dia kuat. What doesn’t kill you makes you stronger. Eh, sorry, jadi curhat.

Beberapa petugas datang untuk mengingatkan pengunjung agar turun karena benteng akan segera tutup. Terpaksa saya turun walaupun sebenarnya saya ingin menunggu sampai matahari terbenam dan langit memerah. Senja di sini pasti yang syahdu dan romantis.

Meski awalnya kami turun beramai-ramai, entah bagaimana, kami terpisah lagi. Tinggal saya dan Gnord melewati jalan setapak yang sepi dan hanya dilalui oleh beberapa orang. Tak satu pun saya lihat orang yang saya kenal, kecuali Gnord yang memang sejak awal bersama saya.

Kami berjalan lebih jauh—seperti kata Banda Neira, meski sebentar-sebentar berhenti untuk mengambil gambar karena banyak spot menarik yang fotogenik. Sesekali kami juga melewati jalan berbatu di antara reruntuhan bangunan, semak-semak, serta lorong gelap yang bau kotoran kelelawar. Tapi, saya masih tak bisa menyembunyikan decak kagum melihat benteng yang menyerupai negeri dongeng ini. Setiap sudutnya pasti menyimpan sejarah.



“Ayun, bagaimana kalau kita tersesat di sini?” tanya Gnord di sela langkah-langkah lelah kami.
Saya tertawa. “Kita sudah tersesat sekarang. Sejak tadi kita tidak bertemu teman-teman satu pun, kan? Tapi jangan khawatir, kalau cuma tersesat di sini pasti bisa pulang. Itu juga ada beberapa orang India. Kita ikuti saja mereka.”
“Tapi kalau nanti kita ketinggalan rombongan gimana?”
“Banyak auto (bajaj) yang siap mengantar kita pulang.”
 

Kami terus berjalan sampai akhirnya melihat cahaya yang benar-benar terang, tidak remang karena terhalang bangunan. Ya, akhirnya kami bisa keluar! Kami melihat lagi taman penuh rumput hijau yang tadi juga kami lihat sebelum masuk benteng.

“Ayun…,” seseorang memanggil saya. Ternyata Salta dan Sadridin sedang duduk santai di atas rumput sambil makan es krim.

Saya dan Gnord menghampiri mereka yang ternyata sudah keluar benteng sejak tadi tanpa harus melewati lorong yang bau kotoran kelelawar. Mereka jalan yang sama dengan jalan yang mereka tempuh saat berangkat. Saya benar-benar tersesat ternyata, seperti dalam perjalanan menuju hatinya.

               Hasil liputan saya tentang Golconda Fort yang tayang di Net TV



Ayun
Menulis buku Unforgettable India dan mengedit banyak buku lainnya.

Related Posts

4 comments

  1. tetep ya topik ditinggal nikah dibawa kemana-mana :3

    ReplyDelete
  2. Keren banget yaa bentengnya... Ahhh, aku pemuja bangunan megah <3

    ReplyDelete
    Replies
    1. Di India banyak banget bangunan megah seperti ini, tapi yang paling berkesan buatku yg ini.

      Delete

Post a Comment

meninggalkan komentar lebih baik daripada meninggalkan pacar. hehehe...

Subscribe Our Newsletter