-->

Camping Semalam di Pantai Watulawang


“…Ternyata, sampai saat ini saya masih waras. Saya merindukan pantai, tapi pantai tidak perlu jadi rumah saya. Rumah adalah tempat di mana saya dibutuhkan.”
(Dee, dalam Madre)



            Salah satu cara menuntaskan rindu pada pantai adalah camping di pantai. Bagi para pencinta pantai, ketika mata terbuka di pagi hari, lalu pancaindra disuguhi aroma laut, hamparan pasir putih yang bersih, debur ombak, dan warna langit yang kemerahan, sungguh suatu kebahagiaan bisa menyaksikan semua itu. Tapi, sesuka-sukanya saya pada pantai, pantai tidak perlu jadi rumah saya. Cukup camping di pantai seperti yang saya lakukan di akhir pekan kemarin, 24–25 Oktober 2015.
          Setelah “meracuni” beberapa orang untuk ikut camping kali ini, akhirnya terkumpul enam orang dari Jogja, Solo, dan Boyolali. Sabtu sore, jam 4 kami berangkat dari meeting point di Semanu, menuju Pantai Watulawang. Tak satu pun di antara kami yang tahu letak tepatnya pantai yang masih terdengar asing di antara puluhan pantai yang berderet di pesisir selatan Gunungkidul. Hanya berbekal informasi dari beberapa blog, kami memulai perjalanan mencari Pantai Watulawang. Dari Semanu, kami mengikuti petunjuk arah menuju Pantai Pulang Syawal atau Pantai Indrayanti, karena menurut informasi, Pantai Watulawang terletak di antara Pantai Indrayanti dan Pok Tunggal.
          Sampai di TPR, tiap orang dikenai tarif 10 ribu rupiah sebagai tiket masuk kawasan wisata. Menurut informasi petugas di TPR, Pantai Watulawang terletak beberapa ratus meter di timur Pantai Indrayanti. Kami pun bergegas menuju Pantai Indrayanti. Kami sempat celingukan mencari papan nama Pantai Watulawang, sampai akhirnya kami balik arah menuju pertigaan di dekat parkiran bus Pantai Indrayanti. Nah, ini dia! Sebuah papan petunjuk kecil dengan tulisan “Pantai Watulawang” yang sudah mulai pudar berdiri di depan warung. Di antara ramainya hiruk-pikuk Pantai Indrayanti, papan petunjuk itu sangat tidak eyecatching. Kami pun mengikuti petunjuk tersebut, melewati jalan setapak yang sedikit berbatu. Tak sampai lima menit, kami sampai di Pantai Watulawang.

Papan petunjuk menuju Pantai Watulawang yang terletak di kawasan Pantai Indrayanti
Ikuti jalan ini
Jalan setapak menuju Pantai Watulawang
        Sayangnya, cuaca sore itu tak begitu cerah. Matahari bulat kecil terlihat di kejauhan tanpa warna merah yang menghiasi langit. Kami bergegas turun dan mencari camping area di hamparan pasir putih yang bersih. Meskipun akhir pekan, namun Pantai Watulawang tak begitu ramai jika dibandingkan pantai di sebelahnya. Hanya ada beberapa rombongan camping, yang salah satunya adalah kami.
       


        Menjelang malam, usai shalat Isya’, kami menghabiskan waktu dengan ngopi, makan cemilan, dan ngobrol ngalor ngidul yang sebagian besar adalah curhat. Saya juga sempat mengorek keterangan dari bapak pemilik warung bahwa penamaan pantai ini diambil dari nama gua di sisi barat pantai yang konon merupakan tempat bertapa Raja Brawijaya III. Sampai sekarang, gua itu masih digunakan sebagai tempat bertapa oleh orang-orang.
        Malam semakin larut, namun kami masih bertahan dengan obrolan-obrolan ringan sambil menikmati suasana. Debur ombak yang menghantam karang, pasir putih yang lembut, dan rembulan yang temaram terasa semakin lengkap saat saya menyetel musikalisasi puisi Cahaya Bulan karya Soe Hok Gie. Dan, lagu itu pun menjadi lullaby yang mengantar saya tidur di bawah temaram rembulan, di atas pasir putih yang menghampar. Saya dan @ika_desy sengaja tidur di luar tenda menggunakan sleeping bag dan selimut. Sementara, Banibangun dan @ajiijoaja tidur berdua di gazebo. Mas Aris tidur sendirian di atas matras, sedangkan Mbak @desy_wee tidur sendirian di dalam tenda.
          Keesokan harinya, usai shalat Subuh, kami menuju bibir pantai. Niatnya akan mengabadikan sunrise, tapi berhubung pantai ini diapit dua bukit, jadi momen matahari terbit tertutup bukit. Hanya tampak semburat oranye di langit timur. Kami pun kembali ke tenda dan menyiapkan sarapan.

 




         Sementara itu, saya dan @ajiijoaja menyempatkan sebentar untuk tracking menaiki bukit, hunting foto, dan mengunjungi pantai sebelah. Tak lebih dari 15 menit, kami sudah sampai di Pantai Pok Tunggal yang ramai pagi itu. Setelah mengabadikan pohon yang merupakan icon Pantai Pok Tunggal, kami kembali ke Pantai Watulawang.

Pohon yang iconic di Pantai Pok Tunggal

Photo by @desy_wee
Agenda selanjutnya setelah masak dan sarapan adalah eksplor sisi barat Pantai Watulawang. Di sinilah Gua Watulawang berada, berupa ruang yang sedikit memanjang di antara batu-batu karang. Di sudut ruang, saya melihat sesaji yang mengering dan bercampur dengan pasir. Inilah gua yang namanya juga menjadi nama pantai ini.

Gua Watulawang


Sekembalinya dari gua dan foto-foto, it is time be crazy. Saatnya menggila! Gadget masing-masing telah disimpan, dan entah siapa yang memulai lebih dulu, kami saling lempar pasir seperti anak kecil bermain perang-perangan. Persetan dengan baju yang kotor dan wajah yang penuh butir-butir pasir. Lupakan usia dan mari sejenak menggila. Capek lempar-lemparan pasir, kami hanya berendam dan menikmati ombak yang mengempas tubuh kami.


Menjelang siang, saat matahari mulai meninggi, kami mulai berkemas untuk meninggalkan Pantai Watulawang dengan hati riang.

Groufie!
Numpang nampang (photo by @ajiijoaja)
Yuk, pulang! (photo by @ajiijoaja)
     Bagi kamu yang hobi camping di pantai, Pantai Watulawang sangat recomended untuk camping. Aksesnya pun tidak sulit, kita hanya harus lebih jeli melihat petunjuk arah agar tidak nyasar. Pantai ini masih dikelola secara swadaya oleh masyarakat setempat, dan untuk camping, setiap tenda dikenai biaya 10 ribu rupiah sebagai uang kebersihan. Sedangkan, parkir motor dikenai biaya 5 ribu rupiah per malam. Fasilitas air bersih, toilet, warung, dan gazebo juga sudah tersedia di pantai ini.
         So, happy camping, Guys!



                                                                                                          Yogyakarta, 26 Oktober 2015

Ayun
Menulis buku Unforgettable India dan mengedit banyak buku lainnya.

Related Posts

12 comments

  1. Kalo aku pernah camp di Jungwook, mbak. Pantainya masih lumayan bersih dan sepi pengunjung. Gunung Kidul emang banyak pantai yang harus dijelajahi. Makasih, mbak kayaknya Pantai Watulawang bisa jadi tujuan betikutnya.
    Btw, kalo mau camp lagi ikutan dong. Hehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Backpacker Joglosemar juga pernah ngadain camp di Jungwok, tapi aku lagi gak bisa ikut. Aku ke Jungwok cuma piknik cantik, gak nge-camp. Hehehe
      Oke, next time ikutan ya.

      Delete
  2. Noted it. Ada toiletnya. Lolos kualifikasi buat msk waiting list :)

    ReplyDelete
  3. Jalan dan fasilitasnya udah mumpuni, jadi bisa buat bikecamping kayaknya ini kakkkakakak. Maaf kemarin nggak ikut gabung :-(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Motoran aja hampir 2 jam, kalo nyepeda berapa jam coba? *lambaikan tangan ke kamera :(

      Delete
    2. Paling 4-5 jam kakak :-D
      *Maklum adanya sepeda ontel, dan sedikit gagap naik motor :-D

      Delete
  4. aku nampanggg aku nampanggg... xixixixi

    ReplyDelete
  5. sudah banyak yg berubah ya pantainya,, jd lebih asik :)

    ReplyDelete
  6. selalu envy sama perjalanan mbak. Keren2 tempatnya apalagi tulisannya, persuasif banget T.T *butuhpiknikbiargakpanik

    ReplyDelete

Post a Comment

meninggalkan komentar lebih baik daripada meninggalkan pacar. hehehe...

Subscribe Our Newsletter