-->

Di Kalimati, Harapan Tak Boleh Mati!

Sumber @bukuberbagi.id

Riuh tawa dan teriakan anak-anak berpadu dengan debur ombak Pantai Parangkusumo. Mereka asyik dengan permainan outbond yang dipandu para relawan. Kaki-kaki kecil itu berlarian tanpa beban. Tawa mereka begitu lepas diselingi celoteh lugu khas anak-anak. Namun, di balik itu semua, kebebasan mereka untuk mengenyam pendidikan tak sebebas kaki mereka berlarian di hamparan pasir pantai selatan.

Hanya sebagian dari mereka yang dapat mengakses pendidikan formal. Sebagian lainnya terhalang administrasi. Akta kelahiran salah satunya. Anak-anak itu tidak lahir dan besar di tempat mereka sekarang. Kebanyakan adalah pendatang yang dipaksa oleh keadaan untuk mengais rupiah demi bertahan hidup. 

Orang tua anak-anak itu bekerja di sektor informal dengan penghasilan yang tak seberapa. Dari pedagang asongan, tukang parkir, pemulung, hingga … pekerja seks komersial. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kawasan Pantai Parangkusumo juga dikenal sebagai daerah prostitusi di Yogyakarta.

Kalimati, kampung tempat tinggal mereka kini. Sebuah perkampungan di wilayah lokalisasi Parangkusumo. Tentu saja, lokalisasi bukan tempat ideal untuk tumbuh kembang mereka. Ditambah lagi, urusan administrasi yang rumit membuat Sebagian mereka tidak dapat mengakses pendidikan formal seperti anak-anak lainnya. Kalaupun mereka bisa ikut kegiatan belajar mengajar, statusnya tetap numpang sekolah tanpa bisa ikut ujian karena administrasinya tidak lengkap. Namun, di Kalimati, harapan tak boleh mati!

Seorang Perempuan di Balik Langkah Kecil Perubahan
Ardha dalam forum World Movement for Democration (sumber: @ardhakesuma)

Namanya Ardha Kesuma, perempuan asli Bantul yang tinggal tak jauh dari kawasan Pantai Parangkusumo. Dari kegemarannya membaca, ia mendirikan Komunitas Buku Berbagi sebagai wadah untuk menuangkan kecintaannya pada dunia literasi. Dari komunitas ini pula, pada 2017 Ardha menginisiasi berdirinya taman baca sederhana di kompleks Garduaction, Pantai Parangkusumo.

Garduaction sendiri merupakan akronim dari Garbage Care and Education. Tempat ini didirikan atas inisiatif para pemuda di sekitar pantai karena banyaknya sampah yang menumpuk. Dengan misi pelestarian lingkuangan, mereka membuat pengelolaan sampah terpadu dan mengedukasi masyarakat tentang pengelolaan sampah. Bank sampah, display seni instalasi, dan produk kreatif dari daur ulang sampah anorganik adalah beberapa hal yang mereka kelola sejak 2015.

Buku karya Ardha Kesuma

Di Garduaction inilah, Ardha dan relawan lainnya memulai langkah kecil perubahan untuk merangkul anak-anak dari kampung Kalimati. Hadirnya taman baca di Garduaction menjadi secercah cahaya bagi mereka. Melalui Komunitas Buku Berbagi, Ardha menjadi penyambung semangat literasi agar anak-anak setidaknya dapat mengakses buku bacaan, meskipun mereka belum sepenuhnya dapat mengakses pendidikan formal.

Dari taman baca, Ardha kemudian berinisiatif membuat program rutin bernama Sunday Sharing and Caring setiap Minggu sore yang bertempat di Garduaction. Program ini fokus mendampingi anak-anak lewat kegiatan belajar mengajar secara kreatif. Membaca buku cerita, crafting dari daur ulang sampah, permainan outbond, salat berjamaah, dan lain-lain adalah beberapa jenis kegiatan untuk mengisi Sunday Sharing and Caring.

Terbuka pada Relawan dari Berbagai Kalangan

Anak-anak dan para relawan (sumber: @bukuberbagi.id)

Seiring waktu, Garduaction dan Komunitas Buku Berbagi mulai dikenal. Banyak relawan dari berbagai kalangan datang untuk berbagi pengalaman, berdonasi, serta mendampingi anak-anak pesisir bermain dan belajar. Kebanyakan para relawan dari kalangan mahasiswa kampus-kampus di Yogyakarta.

Tahun 2021 lalu, beberapa mahasiswa dari UPN Veteran Yogyakarta mulai bergabung sebagai relawan dalam rangka Pekan Kreatif Mahasiswa. Ardha mendampingi mereka membuat konsep kegiatan di Garduaction dengan membentuk komunitas baru Lentera Harapan. Komunitas ini terbuka bagi mahasiswa dari berbagai universitas. Kegiatan rutinnya adalah mengisi Sunday Sharing and Caring setiap dua minggu sekali.

Menurut Ardha, hadirnya relawan dari berbagai kalangan sangat membantu program Sunday Sharing and Caring. Selain bertambahnya SDM sebagai relawan, anak-anak juga mendapatkan banyak pengalaman dan hal baru dari para relawan. Setidaknya, pikiran mereka mulai terbuka untuk mengenyam pendidikan tinggi. Setidaknya, harapan mulai tumbuh di hati mereka.

Berdialog dengan Ibu Hetty Perkasa, istri panglima TNI  Jenderal Andika Perkasa

“Aku sendiri nggak ada basic di dunia pendidikan, ini termasuk tantanganku. Jadi, hadirnya relawan sangat membantu. Aku cuma bisa menyajikan pengalaman. Aku belum tahu treatment apa yang paling tepat untuk mereka. Aku hanya melakukan semampuku,” tutur Ardha saat ditanya kendalanya selama ini. “Sekarang sudah lumayan terprogram, ada diskusi dulu sebelum mengajar,” tambahnya.

Sebenarnya, Ardha selaku pendiri Buku Berbagi dan beberapa perwakilan dari Garduaction pernah beberapa kali berdiskusi dengan pihak yang memiliki power dan pemangku kebijakan setempat. Sayangnya, hingga saat ini belum ada solusi nyata. Bahkan, sekadar memberi surat pengantar untuk keperluan administrasi anak-anak, pihak terkait justru saling lempar.

Namun, bukan Ardha Kesuma jika menyerah begitu saja. Ia pernah ngotot agar anak-anak bisa ikut kegiatan belajar mengajar di sekolah formal, bagaimanapun caranya. Setidaknya, mereka bisa “mencicipi” bangku sekolah formal walaupun statusnya bukan sebagai murid resmi yang bisa ikut ujian.

Karena Menghidupkan Harapan Itu Membahagiakan
Sumber: @ardhakesuma

“Apa yang membuatmu bertahan?” pertanyaan ini membuat Ardha termenung beberapa detik sebelum tersenyum manis memamerkan gigi gingsulnya dan menjawab, “Aku sebenarnya juga nggak ngerti, tapi aku merasa senang menjalaninya. Ini sudah menjadi bagian hidupku sekarang.”

Besar harapan Ardha agar suatu saat anak-anak pesisir itu bisa keluar dari lingkungan prostitusi. Entah ke pesantren, asrama, atau tempat mana pun yang lebih baik bagi tumbuh kembang mereka. Ardha menyadari ia belum mampu mewujudkan hal itu. Ia pun realistis dan berusaha untuk melakukan apa yang ia bisa saat ini. Ia terus berproses mendampingi mereka meski progresnya kecil. A little progress is still a progress.

Saat banyak perempuan muda lainnya memilih mengejar karier, merantau di ibu kota, bekerja di perusahaan multinasional, atau melanjutkan kuliah di luar negeri, Ardha justru memilih bertahan di dunianya. Bergerak di akar rumput dan menyentuh lapisan paling bawah. Tanpa banyak berteori, ia mengedapankan aksi nyata untuk anak-anak yang terpinggirkan. Hal ini membuatnya merasa penuh, meski banyak harapan yang belum terwujud.

Bersama Komunitas Buku Berbagai dan Garduaction, Ardha terus berproses, mengabdi, dan merawat ibu bumi. Ia membaca, menulis buku, berbagi, dan terus menghidupkan harapan di Kali Mati. Ardha Kesuma, perempuan kelahiran Bantul, 15 Agustus 1992 ini memang tidak punya ratusan ribu follower di Instagram. Ia bukan public figure atau selebgram. Ia perempuan sederhana yang memulai langkah kecil yang nyata. Dan yang pasti, ia menginspirasi orang-orang di sekitarnya.

Ayun
Menulis buku Unforgettable India dan mengedit banyak buku lainnya.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter